WARTAMU.ID, Humaniora – Melihat potret Muhammadiyah tidak hanya pada pimpinan wilayah dan pimpinan pusat saja, karena itu umumnya sudah sangat maju dan posisi sangat terhormat. Akan tetapi lihatlah Muhammadiyah pada tingkat pimpinan daerah, pimpinan cabang, dan pimpinan ranting yang bahkan kadang ranting tidak ada atau belum ada atau mati suri atau hidup segan mati tak mau dan juga tak ada regenerasi penerusnya. Kehidupan berorganisasi dalam tataran level menengah ke bawah apalagi akar rumput, tidak sebanding lurus bahkan masih sangat jauh terbelekang dan tertinggal baik dari segi kader, program, amal usaha, unit bisnis, dan pencapaian lainnya. Hal itu karena situasi bermuhammadiyah di daerah tertentu memiliki kesulitan untuk dapat eksis, maju dan berkembang yang terkadang sulit berkolabirasi dengan pemerintah daerah kabupaten kota, swasta dan semua komponen yang ada. Yang aneh dan lucu nya adalah ketika posisi Muhammadiyah hanya daerah, cabang dan ranting tapi bagi masyarakat umum, masyarakat awam dan pemerintah daerah selalu menganggap sama hebatnya dengan pimpinan wilayah maupun pimpinan pusat, yang padahal tidak sama serta masih sangat jauh sekali. Hal itu yang membuat bermuhammadiyah di beberapa daerah menjadi stagnan, statis dan formalitas semata.
Kesulitan yang terjadi pun bisa sangat luas dan beragam, karena ketika bermuhammadiyah di tingkat DCR alias daerah, cabang dan ranting itu tingkat kesukaran membangun dan membesarkan Muhammadiyah kecenderungan lambat, lama, lola loading lama dan letih. Muhammadiyah daerah, cabang, ranting tak selamanya memiliki kemampuan kemandirian yang kuat dalam melahirkan banyak amal usaha Muhammadiyah. Untuk dapat melahirkan amal usaha Muhammadiyah yang sudah populer dan jadi blie print AUM seperti masjid, musholla, sekolah, pesantren, panti asuhan saja masih ada yang belum bisa mendirikan nya baik di DCR daerah, cabang, ranting tersebut. Kekuatan finansial dan kemampuan membangun Muhammadiyah DCR ini memang tak hanya melalui teori dan pelatihan semata oleh pimpinan, majles dan lembaga. Melainkan harus ada pedoman, tutorial dan bantuan pendampingan secara nyata kepada Muhammadiyah daerah, cabang dan ranting itu agar lebih cepat mengejar ketertinggalannya dalam amal usaha Muhammadiyah. Supaya membangun Muhammadiyah dari bawah, dari bottom dan dari akar pun bisa sama maju dan hebatnya dengan yang ada di atas puncak khsusnya wilayah dan pusat.
Jangan hanya sekedar Muhammadiyah formalitas saja untuk memenuhi SK pimpinan pengurus, kemudian tidak adanya sebuah kemajuan dalam gerakan nyata untuk membangun amal usaha Muhammadiyah lainnya yang beragam. Jika hanya Muhammadiyah Formalitas untuk mendapatkan kebesaran nama ataupun kehormatan secara personal, maka lebih baik buat yayasan sendiri ataupun pindah kepada organisasi lain yang hanya cukup formalitas, hanya cukup plang nama dan hanya cukup sekedar laporan kerorganisasian ke tingkat level daerah dan bawah. Sebab ciri organisasi islam Muhammadiyah adalah berkarya nyata, beramal usaha, berorganisasi tanpa retorika tapi harus bisa menjadi amanah untuk kepentingan islam dan seluruh umat manusia. Rugi bila hanya menjadi Muhammadiyah Formalitas, sebab regenerasi bisa tidak berjalan dan akan stagnan tidak adanya wajah baru penerus organisasi yang dipersiapkan untuk masa yang akan abang baik untuk daerah, cabang dan ranting beserta ortom lainnya. Maka, janganlah hanya sekedar Muhammadiyah formalitas yang hanya merugikan eksistensi Muhammadiyah di level menengah ke bawah karena kemampuan yang sangat minim juga lambat merespon segala perubahan dan pembaharuan.
Pentingnya banyak belajar sebagai pengurus pimpinan Muhammadiyah di daerah, cabang dan ranting untuk dapat menghidupkan yang telah lama mati, yang ulah lama meredup atau pun yang belum ada untuk dilahirkan amal usahanya. Dengan cara saling berkunjung, studi banding dan silaturahimul ilmu san sebagiannya untuk bisa meniru, mengadopsi dan melakukan minimal sama atau dimodifikasi sedikit berbeda dengan yang suda ada. Semua itu juga bagian dari amanah struktural pimpinan yang harus dijalani dengan baik, agar tidak hanya sekedar menjadi Muhammadiyah formalitas bersifat administrasi dan laporan tertulis yang masih belum maksimal. Bukan berarti menyalahkan, disalahkan atau saling menuding kesalahan, akan tetapi sebagai bentuk cinta kasih bermuhammadiyah demi kemajuan bersama yang nantinya juga bermanfaat untuk semuanya karena menjadi kebanggaan bersama bilamana sukses bermuhammadiyah di daerah, cabang dan ranting tersebut.
Mari bangun semangat optimis yang tinggi, gairah berorganisasi yang nyata dan ghiroh membangun amala usaha Muhammadiyah lebih banyak lagi. Bisa dimulai dari hal yang kecil dan sederhana, sampai akhirnya nanti menjadi besar lagi banyak sebagai Muhammadiyah untuk semua. Sehingga tidak lagi menjadi Muhammadiyah Formalitas semata saja, melainkan Muhammadiyah Rasionalitas dan penuh aktivitas nyata yang dapat dikerjakan untuk membesarkan Muhammadiyah beserta amal usaha di DCR daerah cabang maupun ranting. Hal wajar jika mungkin sebagian masih sekedar Muhammadiyah Formalitas diakibatkan kesibukan atau kurangnya wawasan transaformatif yang dapat dilakukan, namun tetap terus mengupayakan agar dapat berkembang meskipun pelan tapi pasti, walaupun selangkah demi selangkah, juga tetap jalan meski terlambat daripada tidak sama sekali atau tidak berubah apalagi tidak sadarkan diri. Jangan lagi ada istilah hanya sekedar Muhammadiyah Formalitas saja, akan tetapi tetap terus berusaha melahirkan amal usaha agar semakin banyak dan luas. Itu semua demi kebaikan bersama Muhammadiyah dan juga untuk kepentingan islam pada khsusnya dan sebagai membangun bangsa pada umumnya walaupun hanya di daerah, cabang maupun ranting.
Oleh : As’ad Bukhari, S.Sos., MA
(Analis Intelektual Muhammadiyah Islam Berkemajuan)
Source: wartamu id
Read more...